PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TENTANG
AQIDAH
Oleh:
1.RAMADHAN FITRIA
|
(NPM:121000484205024)
|
2.ELLEN RENO MINANG
|
(NPM:121000484205008 )
|
|
|
Dosen
Pembimbing:
SUSILAWATI,MA.
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN
MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2013
A. Latar
Belakang
Nilai suatu
ilmu itu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar dan bermanfaat
nilainya semakin penting untuk dipelajarinya. Ilmu yang paling penting adalah
ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang
tidak kenal Allah SWT disebut kafir meskipun dia Profesor Doktor, pada
hakekatnya dia bodoh. Adakah yang lebih bodoh daripada orang yang tidak
mengenal yang menciptakannya?
Allah
menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap-lengkapnya dibanding
dengan makhluk / ciptaan lainnya. Kemudian Allah bimbing mereka dengan mengutus
para Rasul-Nya (Menurut hadits yang disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi
sebanyak 124.000 semuanya menyerukan kepada Tauhid (dikeluarkan oleh Al-Bukhari
di At-Tarikhul Kabir 5/447 dan Ahmad di Al-Musnad 5/178-179). Sementara dari
jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313 (dikeluarkan
oleh Ibnu Hibban di Al-Maurid 2085 dan Thabrani di Al-Mu'jamul Kabir 8/139))
agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang
dibawa oleh Sang Rasul. Namun ada yang menerima disebut mu'min ada pula yang
menolaknya disebut kafir serta ada yang ragu-ragu disebut Munafik yang
merupakan bagian dari kekafiran. Begitu pentingnya Aqidah ini sehingga Nabi
Muhammad, penutup para Nabi dan Rasul membimbing ummatnya selama 13 tahun
ketika berada di Mekkah pada bagian ini, karena aqidah adalah landasan semua
tindakan. Dia dalam tubuh manusia seperti kepalanya. Maka apabila suatu ummat
sudah rusak, bagian yang harus direhabilitisi adalah kepalanya lebih dahulu.
Disinilah pentingnya aqidah ini. Apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan
keberhasilan dunia dan akherat. Dialah kunci menuju surga.
Aqidah
secara bahasa berarti sesuatu yang mengikat. Pada keyakinan manusia adalah
suatu keyakinan yang mengikat hatinya dari segala keraguan. Aqidah menurut
terminologi syara' (agama) yaitu keimanan kepada Allah, Malaikat-malaikat,
Kitab-kitab, Para Rasul, Hari Akherat, dan keimanan kepada takdir Allah baik
dan buruknya. Ini disebut Rukun Iman.
Dalam
syariat Islam terdiri dua pangkal utama. Pertama : Aqidah yaitu keyakinan pada
rukun iman itu, letaknya di hati dan tidak ada kaitannya dengan cara-cara
perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut pokok atau asas. Kedua : Perbuatan yaitu
cara-cara amal atau ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan seluruh bentuk
ibadah disebut sebagai cabang. Nilai perbuatan ini baik buruknya atau diterima
atau tidaknya bergantung yang pertama. Makanya syarat diterimanya ibadah itu
ada dua, pertama : Ikhlas karena Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah
yang benar. Kedua : Mengerjakan ibadahnya sesuai dengan petunjuk Rasulullah
SAW. Ini disebut amal sholeh. Ibadah yang memenuhi satu syarat saja, umpamanya
ikhlas saja tidak mengikuti petunjuk Rasulullah SAW tertolak atau mengikuti
Rasulullah SAW saja tapi tidak ikhlas, karena faktor manusia, umpamanya, maka
amal tersebut tertolak. Sampai benar-benar memenuhi dua kriteria itu. Inilah
makna yang terkandung dalam Al-Qur'an surah Al-Kahfi 110 yang artinya :
"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadah kepada Tuhannya."
B. Rumusan
Masalah
Dari latar
belakang di atas maka dapat dirumuskan hal hal sebagai berikut :
1. Apakah
Aqidah itu ?
2. Bagaimana
Implementasi Aqidah saat ini ?
3. Bagaimana
cara mengantisipasi bahaya penyimpangan aqidah ?
C. Tujuan
Dari rumusan
masalah di atas maka kita dapat mengambil tujuan sebagai berikut
1. Untuk
mengetahui pengertian dari aqidah
2. Untuk
mengetahui pembagian aqidah
3. Untuk
mengetahui perkembangan aqidah
4. Untuk
mengetahui perkembangan aqidah saat ini
5. Untuk
mengetahui penyimpangan aqidah saat ini
D. Manfaat
Mempelajari Aqidah
Karena Aqidah
Islamiyah bersumber dari Allah yang mutlak, maka kesempurnaannya tidak
diragukan lagi. Berbeda dengan filsafat yang merupakan karya manusia, tentu
banyak kelemahannya. Makanya seorang mu'min harus yakin kebenaran Aqidah
Islamiyah sebagai poros dari segala pola laku dan tindakannya yang akan
menjamin kebahagiannya dunia akherat. Dan merupakan keserasian antara ruh dan
jasad, antara siang dan malam, antara bumi dan langit dan antara ibadah dan
adat serta antara dunia dan akherat. Faedah yang akan diperoleh orang yang
menguasai Aqidah Islamiyah adalah :
1.
Membebaskan dirinya dari ubudiyah / penghambaan kepada selain Allah, baik
bentuknya kekuasaan, harta, pimpinan maupun lainnya.
2. Membentuk
pribadi yang seimbang yaitu selalu kepada Allah baik dalam keadaan suka maupun
duka.
3. Dia
merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas. Takut kepada kurang
rizki, terhadap jiwa, harta, keluarga, jin dan seluruh manusia termasuk takut
mati. Sehingga dia penuh tawakkal kepad Allah (outer focus of control).
4. Aqidah
memberikan kekuatan kepada jiwa , sekokoh gunung. Dia hanya berharap kepada
Allah dan ridho terhadap segala ketentuan Allah.
AqidahIslamiyah adalah asas persaudaraan / ukhuwah dan persamaan. Tidak beda antara
miskin dan kaya, antara pinter dan bodoh, antar pejabat dan rakyat jelata,
antara kulit putih dan hitam dan antara Arab dan bukan, kecuali takwanya disisi
Allah SWT.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pengertian Aqidah
‘Aqidah
(اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu
(الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu(التَّوْثِيْقُ) yang berarti
kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya
mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang
berarti mengikat dengan kuat.
[1]
Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh dan
pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
Jadi,
‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah
ازوجلّ dengan segala pelaksanaan ke-wajiban, bertauhid [2] dan taat kepada-Nya,
beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari
Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih
tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman
kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh
berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang
telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’
Salafush Shalih.
"Dan
barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para
shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka
itulah teman yang sebaik-baiknya" (QS. An-Nisa':69
Walaupun
masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam,
tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf
Shalih yang mereka itu senantiasa rnenempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan
pendapat. Menurut mereka qadha' dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas
makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah satu di antara tiga macam
tauhid menurut pembagian ulama:
Pertama:
Tauhid Al-Uluhiyyah, ialah mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya
kepada Allah dan karenaNya semata.
Kedua:
Tauhid Ar-Rububiyyah, ialah rneng esakan Allah dalam perbuatanNya, yakni
mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang Mencipta, menguasai dan mengatur
alam semesta ini.
Ketiga:
Tauhid Al-Asma' was-Sifat, ialah mengesakan Allah dalam asma dan sifatNya.
Artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah Subhanahu wa
Ta'ala. dalam dzat, asma maupun sifat.
Iman kepadaqadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata:
"Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir)
termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah
rahasia Allah yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui
kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat
melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk
kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan
nash yang benar
Tauhid itu
ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid
Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru.
Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah Azza wa
Jalla, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila
yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi,
maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah
semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40. [Al-Ustadz Yazid binAbdul Qadir Jawas]
Pada masa
Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena
masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham, kalaupun
terjadi langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para
sahabat yang artinya berbunyi : "Kita diberikan keimanan sebelum
Al-Qur'an"
Nah, pada
masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pemahaman -pemahaman baru
seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ali dan Muawiyah karena melakukan
tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash.
Timbul pula kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula
kelompok dari Irak yang menolak takdir dipelopori oleh Ma'bad Al-Juhani
(Riwayat ini dibawakan oleh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim oleh ImamNawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya
penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis bantahan-bantahan dalam karya
mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin
(pokok-pokok agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad),
Al-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus Sunnah wal Jamaah (mereka yang menetapi
sunnah Nabi dan berjamaah) atau terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau
salaf yaitu mereka yang berpegang atas jalan Rasulullah SAW dari generasi abad
pertama sampai generasi abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi SAW.
Ringkasnya : Aqidah Islamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan
ushuluddin. Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul
sunnah dan salaf.
D. Bahaya
Penyimpangan Aqidah
Penyimpangan
pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam seluruh
kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang
tidak berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa arah yang jelas
dan penuh dengan keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personaliti. Biasanya
penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya :
1. Tidak
menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian dan
perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang
aqidah yang benar.
2. Fanatik
kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah yang
benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan menerima
aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yang artinya :
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah
diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya
mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami."
(Apabila mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk."
3. Taklid
buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang
tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh
panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.
4.
Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh
yang sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan,
atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka
sebagai penengah/arbiter antara dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka
dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan
kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika
mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya :
"Dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan) Wadd, dan
jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr."
5. Lengah
dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap
peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir
dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima
tingkah laku dan kebudayaan mereka.
6.
Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam,
sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW
telah memperingatkan yang artinya : "Setiap anak terlahirkan berdasarkan
fithrahnya, maka kedua orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau
memajusikannya" (HR: Bukhari).
Apabila anak
terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh acara /
program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya.
7. Perananpendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan keagamaan
seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam
pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media
baik cetak maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan
mendistorsinya secara besar-besaran.
Tidak ada
jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari hal-hal
yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah
Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai
kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia dan akherat kita, Allah SWT
berfirman dalam Surah An-Nisa' 69 yang artinya : "Dan barangsiapa yang menta'ati
Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang
dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang
mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang
sebaik-baiknya."
Dan juga
dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya : "Barangsiapa yang mengerjakan amal
shaleh baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya
akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan."
BAB IIIPENUTUP
Akidah Islam
adalah prinsip utama dalam pemikiran Islami yang dapat membina setiap individumuslim sehingga memandang alam semesta dan kehidupan dengan kaca mata tauhid
dan melahirkan konotasi-konotasi valid baginya yang merefleksikan persfektif
Islam mengenai berbagai dimensi kehidupan serta menumbuhkan perasaan-perasaanyang murni dalam dirinya. Atas dasar ini, akidah mencerminkan sebuah unsur
kekuatan yang mampu menciptakan mu’jizat dan merealisasikan
kemenangan-kemenangan besar di zaman permulaan Islam.
Demi membina
setiap individu muslim, perlu kiranya kita mengingatkannya tentang
sumbangsih-sumbangsih akidah yang telah dimiliki oleh orang-orang sebelumnya
dan meyakinkannya akan validitas akidah itu dalam setiap zaman dan
keselarasannya dengan segala era.
Kita bisa
menyimpulkan peranan penting akidah dalam membina manusia di berbagai sisi dan
dimensi kehidupan dalam poin-poin berikut :
1. Dalam
Sisi Pemikiran.
Akidah
menganggap manusia sebagai makhluk yang terhormat. Adapun kesalahan yang
terkadang menimpa manusia, adalah satu hal yang biasa dan bisa diantisipasi
dengan taubat. Atas dasar ini, akidah meyakinkannya bahwa ia mampu untuk
meningkatkan diri dan tidak membuatnya putus asa dari rahmat Allah dan
ampunan-Nya
Akidah telah
berhasil memerdekakan manusia dari penindasan politik para penguasa zalim dan
membebaskannya dari tradisi menuhankan manusia lain.
Akidah juga
memberikan kebebasan penuh kepadanya. Namun ia membatasi kebebasan itu dengan
hukum-hukum syariat, penghambaan kepada Allah supaya hal itu tidak menimbulkan
kekacauan.
Begitu juga,
akidah telah berhasil membebaskannya dari jeratan hawa nafsu, menyembah
fenomena-fenomena alam di sekitarnya dan dongengan-dongengan yang tidak benar.
Melalui
proses pembebasn pemikiran ini, akidah melakukan proses pembinaan manusia. Ia
memberikan kedudukan yang layak kepada akal, mengakui peranannya dan membuka
cakrawala pemikiran yang luas baginya. Di samping itu, akidah juga membuka
jendela keghaiban baginya, membebaskannya dari jeratan ruang lingkup indra yang
sempit dan mengarahkan daya ciptanya yang luar biasa untuk merenungkan
tanda-tanda kekuasaan Allah di segenap cakrawala raya dan diri mereka, serta
menjadikan renungan (tafakkur) ini sebagai ibadah yang paling utama.
Tidak sampai
di situ saja, akidah juga mengarahkan daya akal untuk menyingkap
rahasia-rahasia sejarah yang pernah terjadi pada umat dan bangsa-bangsa
terdahulu, dan merenungkan hikmah yang tersembunyi di balik syariat guna
mengokohkan keyakinan muslim terhadap syariat dan validitasnya untuk setiap
masa dan tempat.
Dari sisi
lain, akidah mendorong manusia untuk menuntut ilmu pengetahuan dan mengikat
ilmu pengetahuan itu dengan iman. Karena memisahkan ilmu pengetahuan dari iman
akan menimbulkan akibat jelek.
Akidah juga
memerintahkan akal untuk meneliti dan merenungkan dengan teliti untuk
menyimpulkan sebuah Ushuluddin dan melarangnya untuk bertaklid dalam hal itu.
2. Dalam
Sisi Sosial.
Akidah telah
berhasil melakukan perombakan besar dalam sisi ini. Di saat masyarakat Jahiliah
hanya mementingkan diri mereka dan kemaslahatannya, dengan mengenal akidah,
mereka relah mengorbankan segala yang mereka miliki demi agama dan kepentingan
sosial.
Akidah telah
berhasil menghancurkan tembok pemisah yang memisahkan antara ketamakan manusia
akan kemaslahatan-kemaslahatan pribadinya dan jiwa berkorban demi kemaslahatan
umum dengan cara menumbuhkan rasa peduli sosial dalam diri setiap individu.
Akidah telah
berhasil menumbuhkan rasa peduli sosial ini dalam diri setiap individu dengan
cara-cara berikut: menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap kepentingan
orang lain, menanamkan jiwa berkorban dan mengutamakan orang lain dan mendorong
setiap individu muslim untuk hidup bersama.
Dari sisi
lain, akidah telah berhasil merubah tolok ukur hubungan sosial antar anggota
masyarakat, dari tolok ukur hubungan sosial yang berlandaskan fanatisme, suku,
warna kulit, harta dan jenis kelamin menjadi hubungan yang berlandaskan asas-asas
spiritual. Yaitu takwa, fadhilah dan persaudaraan antar manusia. Akidah telah
berhasil merubah kondisi pertentangan dan pergolakan yang pernah melanda
masyarakat insani menjadi kondisi salang mengenal dan tolong menolong. Dengan
ini, mereka menjadi sebuah umat bersatu yang disegani oleh bangsa lain. Di
samping itu, akidah Islam juga telah berhasil merubah tradisi-tradisi Jahiliah
yang menodai kehormatan manusia dan menimbulkan kesulitan.
Dalam hal
ini akidah telah menggunakan berbagai cara dan metode untuk meringankan
bencana-bencana itu di mata manusia. Di antara cara-cara tersebut adalah
menjelaskan kriteria dunia;bahwa dunia ini adalah tempat derita dan ujian yang
penuh dengan bencana dan derita yang acap kali menimpa manusia. Oleh karena
itu, tidak mungkin bagi manusia untuk mencari kesenangan dan ketentraman di
dunia ini.
Atas dasar
ini, hendaknya ia berusaha sekuat tenaga demi meraih kesuksesan dalam ujianAllah di dunia.
Dan di
antara cara-cara tersebut adalah akidah menegaskan bahwa setiap musibah pasti
membuahkan pahala, dan menyadarkan manusia bahwa musibah terbesar yang adalah
musibah yang menimpa agama.
Dari sisi
lain, akidah juga membebaskan jiwa manusia dari segala ketakutan yang dapat
melumpuhkan aktifitas, membinasakan kemampuan dan menjadikannya cemas dan
bingung.
Begitu juga
akidah memotivasi manusia untuk mengenal dirinya. Karena tanpa tanpa itu, sulit
baginya untuk dapat menguasai jiwa dan mengekangnya, dan tidak mungkin baginya
dapat mengenal Allah secara sempurna.
Dari
pembahasan-pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa penyakit-penyakit
jiwa yang berbahaya seperti fanatisme, rakus dan egoisme jika tidak diobati,
akan menimbulkan akibat-akibat sosial dan politik yang berbahaya, seperti
fitnah yang pernah menimpa muslimin di Saqifah, sebagaimana telah dijelaskan
oleh Imam Ali a.s.
4. Dalam
Sisi Akhlak.
Akidah
memiliki peranan yang besar dalam membina akhlak setiap individu muslim sesuai
dengan prinsip-prinsip agama yang pahala dan siksa disesuaikan dengannya, dan
bukan hanya sekedar wejangan yang tidak menuntut tanggung-jawab. Lain halnya
dengan aliran-aliran pemikiran hasil rekayasa manusia biasa yang memusnahkan
perasaan diawasi oleh Allah dalam setiap gerak dan rasa tanggung jawab di
hadapan-Nya. Dengan demikian, musnahlah tuntunan-tuntunan akhlak dari kehidupan
manusia. Karena akhlak tanpa iman tidak akan pernah teraktualkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Demi
mendorong masyarakat berakhlak terpuji dan meninggalkan akhlak yang tidakmulia, akidah mengikuti bermacam-macam metode dalam hal ini: pertama,
menjelaskan efek-efek uhkrawi dan duniawi dari akhlak yang terpuji dan tidak
terpuji.
Kedua,
memperlihatkan suri teladan yang baik kepada mereka dengan tujuan agar merekaterpengaruh oleh akhlaknya yang mulia dan mengikuti langkahnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar